Saturday, October 31, 2009

Lupa 2

"Kami adalah jari yang dikepal menjadi tinju"


Lupa juga siapa pemilik kata bagus ini, hiks...
(Sunter, Mei 2009)

Tentang Hijrah

"Hijrah, dari Akhir menjadi Awal. Bismillah..."

(Sunter, April 2009)

Tuhan dan Setan

Dalam kesederhanaan, kita mencari Tuhan dan menemukanNYA
Dalam kesenangan, setan bersama kita, ha...ha...ha...

(Sunter, September 2009)

Dunia yang Berputar

Teruslah mengeluh, dunia akan tetap berputar
Teruslah bersedih, matahari tetap akan bersinar di ufuk timur
Tapi teruslah tersenyum, karena bulan akan menyirami hatimu

(Sunter, 02 Agustus 2009)

Lupa

"Kami adalah masyarakat bahasa,
kewarganegaraan kami adalah kata"

(maaf gw lupa, ini tulisannya siapa ya???, ada yang tau?)

Bahasa yang Kaya

Gw suka banget baca "Pojok Bahasa" di harian Kompas. Buat gaya-gayaan atau mo jadi munsyi?. Gak lah!, buat nambah wawasan gw aja tentang bahasa dan bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Masalah nanti terpakai atau dipakai tidaknya sih (kayak nulis blog ini) itu mah tergantung..., tapi yang jelas, gw suka aja dulu. Kata orang kan, dari suka timbul cinta, bukan begitu?, hahaha....

Kadang gw takjub, kadang juga merasa bodoh dengan apa yang tertulis di sana, tapi kebanyakan sih senang dan puas, karena kemampuan dan wawasan gw tentang bahasa Indonesia makin bertambah.

Salah satu yang sempet gw catat adalah tulisannya Bung Simon Simanungkalit, di Pojok Bahasa, Kompas, Jumat 17 Juli 2009, yang memberi wawasan pembendaharaan kata baru yaitu : "wartamerta" untuk pengganti kata obituari dan "wartasemerta" sebagai pengganti kata breaking news. Gw suka banget pada alternatif yang ditawarkan pak SS ini, enak didengar dan rasanya... hmmm...canggih betul yah... (sayang gw ga punya link digitalnya)

Mudah-mudah gw belum "anumerta" ketika bahasa Indonesia telah menjadi "tuan bahasa" di negerinya sendiri, he...he...he... (ngelirik posting sebelumnya, National Summit)

Sunter 31 Oktober 2009

6378.2 Km

Tak terasa sudah enam ribu tiga ratus tujuh puluh delapan kilometer jarak yang gw tempuh bersepeda ulak-alik tiap harinya dari kantor ke rumah selama ini. Lumayan jauh yah?. Postingan gw terakhir adalah di angka 3000 kilometer. Itu gw tulis tanggal 27 Juni 2009. Artinya sudah 5 bulan lewat!, Haiyaaaahhh… lama betul!


Lalu mengapa yang ke-4000, 5000 dan 6000 tidak dicatat?, apa tidak penting?. Bukan begitu. Awalnya dulu gw menganggap bahwa menulis jarak-jarak yang gw tempuh selama ini akan membosankan pembaca notes gw di FB. Ternyata enggak loh!, Ada satu dua orang teman yang menanyakan ke gw, “udah berapa kilo sekarang bang?”, hehehe…


Kedua, masalah psikologis dah… 4000 mengandung angka empat, shi kata orang Cina, yang artinya celaka, kematian (tau bener tau enggak). Makanya gw males nulis.

Ketiga, waktu itu gw lagi sibuk-sibuknya bekerja, pitching sana, pitching sini, hehehe… ga ada wakytu buat nge-blog, kecuali ngisi status di FB (waktu itu mah, wajib!, wuakakak…).


Padahal… banyak kejadian menarik yang terjadi selama itu, yang rasanya pantas dan bagus dimuat di-blog dijadikan cerita dan disebarluaskan ke teman-teman.


Misalnya, tanggal 7 Juni 2009, gw dan Haikal (anak sulung gw) ikutan Car Free Day di Parkir Timur Senayan. Dimana itu menjadi jarak terjauh yang pernah dilakukan Haikal!, hahaha…


Atau, pada tanggal 16 Juni 2009, gw dengan sukses berhasil ngeracunin temen kantor gw, perempuan, namanya Adhebee, bersepeda ke kantor untuk pertama kalinya!. Dianter rekan sekantor, Om Agus Triyono (AT), kami bersepeda bersama mengantar Adhe ke rumahnya di bilangan Cireunde!. Usai mengantar pulang, gw sama Om AT makan bebek goreng Mas Joko di Petogogan. Nyampe rumah pas jam 11 malam.


Peristiwa-peristiwa besar lainnya bersama seli gw adalah gowes pake kemeja batik pada tanggal 10 Oktober 2009 dan ketika gw-untuk pertama kalinya-menjadi marshal statis di Car Free Day Jakarta Timur.


Hmmm… sudah enam ribuan kilometer, akankan bertambah terus?, insya Alloh!, karena target gw adalah mencapai 100 ribu kilometer sampai akhir tahun 2009!. Doa kan ya….

(Sunter 31 Oktober 2009)

National Summit

Tanggal 24 Oktober 2009 saya menulis status Facebook saya seperti : "National Summit" atau Pertemuan Nasional Para Menteri Kabinet Bersatu Jilid II diselenggarakan pada 29-30 Oktober. Pilihan kata yg TIDAK NASIONALIS & MELECEHKAN SEMANGAT KE-BAHASA-AN!. Padahal 28 Oktober 2009 adalah Hari Bahasa Nasional, Bahasa Indonesia!. Hmmm... ini kabinet pemerintah mana ya???.

Sebenarnya masa bodo-lah pemerintah Indonesia ini mau menyelenggarakan apapun dengan bahasa apapun yang mereka suka. Tapi khusus di bulan Oktober ini, sebenernya saya berharap pemerintah bisa menghormati bahasa Indonesia, bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa, yang sudah susah payah diproklamirkan delapan puluh satu tahun yang lalu.

Dan terbukti, sejak diakui sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia menjadi bahasa perekat bangsa Indonesia yang memiliki ribuan bahasa daerah dengan ribuan dialek. Bayangkan jika kita, bangsa Indonesia, tidak memiliki bahasa pemersatu, maka tentu kita akan mengalami kesulitan ketika berkunjung ke satu daerah misalnya. Atau, masing-masing daerah propinsi menggunakan bahasa setempat sebagai bahasa resminya. Kacau ga sih?

Mungkin mereka-pemerintah-menganggap bahwa hal ini sepele, kecil, cuma masalah bahasa, jadi tidak perlu diributkan. Tapi apa iya seperti itu?. Rasanya kok enggak ya?. Ada pepatah bijak yang mengatakan, “bahasa menunjukkan bangsa”. Lah, kalau menggunakan bahasa Inggris artinya pemerintah Indonesia sama dengan pemerintah Inggris, begitu?.

Saya sudah mencoba melontarkan pertanyaan ini pada Tifatul Sembiring, Menteri Komunikasi dan Informasi Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, lewat Twitter & Plurk beliau, “mengapa harus National Summit?, Apa tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia?”. Sampai tulisan ini dibuat, tidak ada komentar apapun dari beliau. :D

Tapi Alhamdulilah, rupanya kegelisahan saya sebagai anak bangsa juga diikuti oleh kaum jurnalis, sebagai salah satu penjaga utama bahasa Indonesia, di berbagai media massa, seperti antaranews.com yang pada tanggal 29 Oktober 2009 mempertanyakan hal yang sama, http://www.antaranews.com/berita/1256823334/sby-dan-kosa-kata-inggris dan harian Kompas (Sabtu 31 Oktober 2009), yang mengganti National Summit dengan Rembuk Nasional.


Yaaah… walau telat, mengapa, ternyata saya tidak sendiri! LOL


(Sunter 31 Oktober 2009)

Unjuk Gigi

"Gimana sepeda gw?, enak gak?"
"Apaan, berat!. Gak ada giginya ya?"
"Menghina banget sih lu!. Gigi gw masih lengkap, nih liat... aaaaa...."

Ini, Motor Tauk!

Di parkiran motor
"Ngapain sih loe tadi, setiap kita mo belok, tangan loe selalu melambai-lambai gitu?"
"Ngasih tanda, biar gak ditabrak"
"Ini khan motor, ada lampu sign-nya!"
"Hehehehe.. sorry-sorry, gw biasa naik sepeda!. Sepeda khan gak ada lampu sign-nya"

Jangan Ngebut Doonggg...

Ali : "Hah...hah...hah... (ngos-ngosan) ngapain sih lu pake ngebut segala?. Inget dong, ini kan cuma funbike!"

Ula : "Diem luh!, gw bawa es nih!. Kalo gak ngebut, bini gw yang ngejagain gerai minuman di garis finish bisa ngamuk esnya meleleh!"

Fullface/Halface

Ula : "Enaknya pake helm fullface atau yang ini, yang batok?"

Ali : "Kalo mo selamet dan aman, ya... pilih yang fullface!"

Ula : "Tapiii... muke gw jadi gak keliatan dong ama cewek-cewek!"

Ali : "Yaaahhh..., sapa juga yang mo liat muka lu kalo lu naik motornya ngebut gitu!"

3000 Km

Angka 13 tidak selalu mendatangkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau ketidakberuntungan, setidaknya ini gakberlaku buat gw di tanggal 13 Mei 2009 ini.

Hari ini, pagi sekitar pukul 08.30-an, gw bersama si Wittypitty telah sama-sama "merengkuh" angka 3000 (tiga ribu) kilometer!. Angka ini tercapai ketika kami meluncur ke kantor di kawasan Dharmawangsa.

Tanda-tanda menuju ke angka keramat 3000 ini sudah terintip sejak di kawasan Thamrin - Sudirman, dimana cyclometer sudah menunjukkan angka 2998-an. Saat itu, gw ngebatin dan percaya bisa pas mencapai angka 3000 ketika TIBA di kantor... dan ternyata benar!!!, horeee...!!!!.

Gak ada catatan perjalanan istimewa yang gw tempuh untuk mencapai angka 3000 ini, kecuali ulak-alik ber-B2W, rumahkantor, Sunter-Dharmawangsa dan yang paling top paling ikutan HBKB tanggal 10 Mei 2009 di Jl. Pramuka bersama Timuters.

Tapi pencapaian seribu kilometer selama 3 bulan 2 mingguan , terhitung sejak 29 Januari 2009, adalah prestasi yang lumayan-lah. Artinya, gw konsisten dalam komitmen (ceileee....) ber-B2W, yang kalo diitung-itung setiap ber-B2W gw menempuh jarak kurang lebih 38 km p.p. Apalagi gw sempet ga gowes 2 mingguan gara-gara kena gangguan pencernaan dan insiden depan Mc Donald Thamrin. Jadi kalo boleh agak curang dikit, dapat kira-kira 1000 km dalam 3 bulan deh... hahaha...

Sekali lagi, mungkin barangkali bukan prestasi yang membanggakan atau gilang-gemilang, tapi buat sgw... dan tentu saja my wittypitty tetap sebuah kebanggaan tersendiri.

Cheersss...!!!.
salam gowes...
Kring...kring...

(Sunter 13 Mey 2009)

Sehari Ini Statusku Untukmu

Senin 22 Juni 2009 adalah hari ulang tahun ke-428 kota Jakarta, ibu kota kita tercinta. Di usianya yang panjang dan tak lagi muda, tentu banyak peristiwa yang telah kita lihat dan alami juga kesan yang telah kita rasakan pada kota yang mungkin akan kita tinggali sepanjang hidup kita ini.

Lalu apa yang akan kita berikan untuknya?. Sebuah kado…tentu saja!.
Berbentuk apa kado itu?, apakah sebuah pesta gemerlap dengan pijar kembang api di udara?, arakan-arakan budaya atau iring-iringan karnaval mobil hias?. Apapun bentuknya, silahkan saja. Boleh saja.

Tapi, saya cukup puas memberi selamat pada Jakarta dengan membuat rangkaian refleksi keperdulian akan Jakarta berupa sebaris- sebaris pemikiran, ide, curahan hati sebagai status Facebook, sepanjang hari, di tanggal 22 Juni itu.

Catatan:
Kebanyakan status di FB itu, saya tulis lewat jejaring sosial Plurk. (Plurk.com). Namun, karena keterbatasan Plurk, yang hanya bisa memuat 160 karakter, membuat ada satu-dua pemikiran saya di FB terpotong. Misalnya pada status berjudul : “Sapa Suruh Datang Jakarta” juga “Jakarta dibangun dengan keringat…dst. Untuk itu saya langsung merevisinya di FB.


Rangkaian pemikiran ucapan ultah itu dimulai di pagi hari… Usai sarapan, dan bersiap untuk mandi
"Jakarta adalah…” (6:22am)

Siang menjelang. Ketika hendak keluar makan siang, jalanan depan kantor macet!. Timbul inspirasi menulis ini:
"Jakarta adalah…MACET!!!!. Di Jakarta, macet adalah sarapan, makan siang juga sekaligus makan malam!" (11:01am)

Waktu makan siang itu, di warung sate itu, terdenger lagu lawas, penyanyinya si cantik Andie Meriem Matalatta, jadi kutulis status seperti ini:
“…Lenggang lenggok Jakarta…Suka membuat orang lupa Terpikat oleh manisnya cerita Mudah jadi jutawan di sana Ribuan Mimpi-mimpi ada Menggoda Mereka Jangankan cari surga dunia Neraka dunia pun ada…(Lenggang Jakarta – Penyanyi Andie Meriem Matalatta) (11:25pm)

Setelah Andi menyanyi, bang Iwan menyusul. Menyanyi juga… dan dilalah!, lagunya pas buat menggambarkan kota kita; Jakarta.
“Jangan kau paksakan untuk terus belari, bila luka di kaki belum terobati” (Iwan Fals – Berkacalah Jakarta – Album Sugali 1984) (11.30pm)

Usai makan siang, ketika hendak pulang, Aku meliat ulah para pengguna jalanan yang serampangan dan berangasan. Mereka bertingkah laku seenaknya; berebut saling serobot tak mau kalah agar bisa bebas dari macet. Jengkel, marah dan kecewa, kutulis status seperti ini:
"Mau tahu karakter warga Jakarta?, gampang, lihat aja di jalan raya!" (11:40am)

Sepanjang jalan pulang,… hmmm…
"Kiri...kanan kulihat gedung. Tinggi...tinggi sekali" (1:14pm)

Tersendat, terjebak kemacetan. Kuputar semua kejadian sepanjang siang ini. Hasilnya…
"Rel kereta sudah lama ada. Jalur bis juga sudah ada. Jalur motor dan monorel lagi mau dibangun. Jalur sepeda?, auh ah gelap!" (2:17pm)

Dari atas mobil, kulihat tiga-empat anak kecil berbaju lusuh menatap kagum Senayan City. Entah apa yang ada di pikirannya…
"Jakarta giat membangun. Tapi..., warganya banyak yang cuma bisa manyun!" (2:20 WIB)

Lagi-lagi terperangkap macet!. Padahal jam makan siang sudah lewat. Dari KOMPAS MINGGU terbaca artikel bagus yang kira-kira isinya seperti ini:
"Jakarta 2012... Macet menghadang sejak keluar rumah. Pakai dong sepedah...:-)" (2:22 WIB)

Lepas dari kemacetan. Sempat kulihat TransJakarta yang penuh sesak. Pikiranku mencoba mengait-ngaitkannya dengan proyek-proyek PEMDA DKI yang lain, yang boleh dibilang BELUM BERHASIL!.
"Transjakarta selalu penuh sesak. Jumlah motor naik tak terkendali. Banjir masih suka datang menghampiri. Proyek monorel terkatung-katung. Sampah menggunung. Mari...Serahkan pada Ahlinya!" (2:26pm)

Hey, tiba-tiba gw inget Bang Ali!. Dialah Gubernur DKI paling kontroversial sekaligus paling sukses membangun Jakarta dari NOL!. Salah satu keputusannya yang kontroversial adalah…
“Ali Sadikin: Demi Judi, Saya Rela Masuk Neraka” Bang Ali-lah peletak dasar pembangunan Jakarta. Walau ditentang, dia terus jalan. (2:27pm)

Gak lengkap rasanya kalo ngomongin Jakarta tanpa mengutip lagunya Bang Ben, seniman besar asli Betawi…
Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk. Ruméh ané kebakaran garé-garé kompor mleduk. Ané jadi gemeteran, wara-wiri keserimpet. Rumah ané kebanjiran gara-gara got mampet
(Lagu Kompor Meledug – Benyamin Sueb, masih relevan hingga kini untuk menggambarkan kota Jakarta) (2:27pm)


Kalo Ali Sadikin identik dengan judi, bagaimana dengan Sutiyoso?. Bang Yos adalah “Bapaknya Buswey Jakarta!”, hahaha…
Sutiyoso: “Program busway bukan untuk meniadakan kemacetan tapi memberikan pelayanan transportasi yang baik kepada masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah,". Sutiyoso Gubernur DKI Jaya Pencetus ide Transjakarta-Busway.

Memang gubernur DKI hanya Bang Ali dan Bang Yos doang?. Tentu tidak!. Berikut nama-nama gubernur DKI lainnya. Apakah Tuan-Nyonya juga tahu nama-nama gubernur kita dulu, selain Bang Ali & Bang Yos?, hehehe…
Suwiryo, Syamsurizal, Sudiro, Dr. Soemarno, Henk Ngantung, Dr. Soemarno, Ali Sadikin, H. Tjokropranolo, R. Soeprapto, Wiyogo Atmodarminto, Soerjadi Soedirdja, Sutiyoso & Fauzi Bowo (2:30pm)

Uhhh…sudah lapar lagi!. Memasuki jam-jam maut!. Mau ngemil. Ada yang tahu masakan asli Betawi?
“Roti Buaya, Asinan Betawi, Kerak Telor, Bir Pletok, Kue Kembang Goyang, Kue Satu, Mie Juhi, Soto Betawi, Toge Goren, Nasi Kebuli, Dodol Betawi, Pucuk Gabus, Pucuk Gurame, Nasi Uduk, Gado-Gado, Ketoprak, Pecak Lele, Es Selendang Mayang, Nasi Ulam, Pesmol Gurame, Semur Jengkol, Soto Tangkar, Laksa Pikul, Sambel Pete, Sambel Ikan Asin, Emping, Sambel Melinjo, Kue Lopis, Kue Cucur, Kue Pepek…apa lagi????” (2:30pm)

Menemukan berita soal Bang Yos, mantan gubernur kita, yang berkomentar tentang kota yang dulu dipimpinnya…
Jakarta adalah kota mininya Indonesia dimana terdapat keragaman etnis dan budaya, kata Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso (2:30pm)

Hmmm… memang benar sih, tapi…, aku melihat fakta dan realita lain di lapangan, seperti siang ini
“Jakarta punya segalanya, kecuali keberpihakan pada wong cilik" (2:31pm)
"Di Jakarta, yang giat berjuang, pasti menang" (2:32pm)

Jakarta itu metropolitan… setiap hari, setiap detik selalu saja ada yang dibangun…
"Jakarta terus membangun. Ikut atau tersudut?" (2:34pm)

Halo… apa kabarnya etnis Betawi?. Empatiku yang besar untuk warga Betawi asli yang kian terpinggirkan…
“Buat warga Betawi asli, Jakarta ibarat Ibu Kandung & Ibu Tiri sekaligus! (3.38 pm)

Kuteringat cerita dan sejarah tentang bagaimana Jakarta dibangun dahulu, dan merasakan bagaimana Jakarta “diisi” kini… (karena keterbatasan Plurk, maka yang termuat di status FB gw Cuma sepotong. Lengkapnya sih gini:)
“Jakarta dibangun dengan keringat, darah dan air mata. Jakarta diisi dengan air dimana-mana (kalo banjir ya… hahaha) (3.53 pm)

Melihat TransJakarta lalu membandingkannya dengan trem yang melintas di masa lalu. Tapi yang kulihat adalah banyaknya bus ngetem/berhenti sembarangan menunggu penumpang di pinggir-pinggir jalan…
“Dulu ada Trem, sekarang banyak bus yang ngetem” (maksa.com) LOL (2:39pm)

Malam belum lagi datang. Tapi aku menyadari kalau Jakarta itu tuh kota yang tak pernah tidur, selalu sibuk… selalu terjaga dan selalu berjaga buat warganya…
"Jakarta: OPEN DAILY 24 HOURS!" (2:41pm)

Urbanisasi menjadi masalah pelik buat Jakarta. Belum lagi rutinitas para komuter, yang tinggal di seputaran Jakarta tapi bekerja di dalam Jakarta, setiap harinya. Inikah yang membuat Jakarta macet?, entahlah…(Sekali lagi karena keterbatasan plurk yang hanya bisa memuat 160 karakter, akhirnya status ini pun gw revisi. Gw inget adalah lagunya Koes Plus yang pas buat ngegambarin hal ini)
“Siapa suruh datang Jakarta?” (4:05pm)
(Revisi) “Siapa suruh datang Jakarta…Siapa suruh datang Jakarta…sendiri suka sendiri rasa…edo’e sayang (Koes Plus) (5:48pm)

Aku melihat sebuah BMW melintas… Hey, bukankah itu dulu mottonya kota Jakarta?. Apakah sekarang motto ini masih dipakai?
“Moto Jakarta : BMW (Bersih Manusia & Berwibawa). Kenapa gak BMS?” (Bersih, Manusiawi & Santun) (6:22pm)

Senja mulai turun, kulihat seorang bapak tua dengan gerobak barang bekasnya…
“Berjalan di sudut-sudut Jakarta seolah menjelajah dua dunia…” (6:26pm)

Dari televisi , terdengar berita aneka program diskon di semua pertokoan mewah menyambut ulang tahun Jakarta…
“Di Jakarta banyak mal dibangun, siapa yang belanja?. Yaaa… orangnya itu-itu juga!” LOL (6:58pm)

Haruskah di Jakarta ini semuanya tentang pembangunan fisik, material dan ekonomi semata?
“To do list Pemda DKI: Perbanyak taman, gedung kesenian, museum, jalur sepeda, monorel, KA, jauhkan hipermarket dari pasar & mohon libatkan hati nurani…” (7:05pm)

Menggowes sepeda pulang ke rumah. Melihat Topeng Monyet di depan Padang Golf Senayan. Malam-malam masih juga mengais rejeki di tengah kemacetan Jakarta?. Bagaimana nasib kesenian tradisional Betawi?
Dulu perasaan ada lenong yak, di TV?. Lenong ude kagak usum bang!. Sekarang jamannya cinta-cintaan… (7:19pm)
Kapan tu Ondel-Ondel maen lagi?. Ntar bang kalo penutupan PRJ, maen lagi kalii (7:20pm)

Hanya bisa menghela nafas panjang selama perjalanan pulang...
Apa yang kau (ingin) bangun lagi Jakarta? (7:24pm)

Ketika pulang, jalanan sepi sekaligus ramai :-)
Di Jakarta… sepi tak bertepi, bising tak berujung (7:27pm)

Ketika pulang, melewati banyak nama gedung dan jalan yang telah berubah. Salah satunya…
“Mau kemane nih Mpok?. Ke Mester, belanjaaa…”
(Mester udah kagak ada lagi, diganti jadi Jatinegara) (7:37pm)


Akhirnya… apapun yang kualami, kulihat dan kudengar (sama seperti hari-hari sebelum ini, puluhan tahun lalu) aku menyadari makin mencintai Jakarta, kota kelahiran dan kota yang tak pernah kutinggalkan lebih dari seminggu ini. Sebelum tidur, sempat kutuliskan ini pada Jakarta:
“Selamat Ulang tahun ke-428 Jakarta” :-) (12.31 am)

(Sunter, 28 Juni 2009)

Car Free Day

hari ini, banyak orang bersepeda
banyak jenisnya, banyak warnanya
pengendaranya beragam usia
semua berwajah ceria

datang dari jauh bergerombol
bersepeda sambil ngobrol
yang kuat melesat cepat
yang lain memang tak ingin cepat-cepat

inilah hari tanpa kendaraan bermotor
seruas jalan dibebaskan dari mobil dan motor
demi bersihkan udara dari yang kotor
tapi mengapa hanya sehari?

(Sunter, 29 Juli 2009)

Bersepeda di Hari Minggu

Mari nak, naiki sepedamu
Mari kita mengayuh bersama
menyambut datangnya sinar mentari pagi
menyapu embun, mendengar kicau burung-burung

Mari nak, naiki sepedamu
Mari kita mengayuh bersama
Kan kutunjukkan semua tempat yang belum pernah kau temui
Kan kukenalkan kau pada aroma dan suara jalanan

Mari nak, naiki sepedamu
Mari kita mengayuh bersama
Jangan cepat menyerah, karena kau sebenarnya mampu
Jika kau lelah, ayah akan menunggumu

(Sunter, 29 July 2009)

Naiklah Nak...

Naiki sepeda itu nak…
Cuma ini yang bisa ayah berikan padamu
Sepeda tua berwarna biru
Pengganti sepeda kecilmu yang tak lagi ada

Naiki sepeda itu…
Tapi jangan kau persoalkan bentuknya
Kan ku buat dia senyaman mungkin untukmu
Sesuai dengan tinggi tubuhmu

Naiklah nak…
Nikmati desiran hembusan angin pada rambutmu
Rasakan deburan jantungmu saat mengayuhnya
Lihatlah peluhmu pada kaki dan tangan, yang jatuh untuk memberimu sehat

Naiki sepedamu…
pergilah sekuat kayuhan dengkulmu
sekuat deburan pompa jantungmu
Di rumah, bunda akan selalu menunggumu

Naiklah pada sepedamu nak…
Kelak, jika kau sudah cukup besar
kau bisa memilih jalanmu sendiri,
jalan yang ingin kau lintasi

(Sunter, 29 July 2009)

Lihatlah Sepedaku

Kawan, sudahkah kau melihat sepedaku?
Sepeda lipat namanya
Walau bukan yang termahal harganya
Aku bangga menaikinya, mengayuhnya kemana-mana

Setiap hari, setiap waktu, kukayuh sepedaku
kemanapun kumau sekehendak hatiku, sekuat dengkulku
kulintasi tanjakan-turunan-kubangan-aspal jalanan
dengan perasaan senang berkibar-kibar

Kawan, sudahkah kau melihat sepedaku?
Kubeli dua tahun lalu di bulan empat
Sepedaku kecil bila terlipat
Jika tak kupakai, kau bisa melihatnya di situ, di samping bangkuku

Kawan, sudahkah kau puas melihat sepedaku?
Kini, kayuhlah sepedamu sendiri
bersama-sama kita membelah Jakarta
mencari peluh demi sehatnya tubuh

(Sunter 29 July 2009)

Firasat

Adzan subuh belum lagi terdengar, Wak Komar sudah menuju ke sumur untuk berwudhu. Lazimnya orang-orang tua di kampung kami, Wak Komar selalu bersiwak untuk membersihkan mulutnya, sebelum dia berwudhu.

Ketika sedang bersiwak, gigi atas Wak Komar tiba-tiba tanggal, jatuh meloncat keluar bersama siwaknya. Gigi sebatang tercabut keluar bercampur dengan air ludah. Wak Komar terkejut bukan alang-kepalang!. Di benaknya, langsung terbayang akan terjadinya sebuah musibah yang menimpanya. Wak Komar cepat-cepat berwudhu, lalu shalat Subuh dengan khusyuk. Berdoa pada Alloh SWT semoga dijauhkan dari marabahaya.

Indera keenam Wak Komar boleh dibilang lumayan tajam. Kadang-kadang, apa-apa yang dirasakannya, dimimpikannya atau dialaminya selalu terjadi kemudian. Pernah misalnya, dulu, tangannya gatal-gatal. Menurut pandangan mata batinnya, firasatnya, dia bakal ketiban rejeki besar. Benar saja, tak lama, hasil kopranya dibeli saugadar besar dari Jakarta dengan harga cukup tinggi. Wak Komar kaya raya!, pergilah dia berhaji setelahnya.

Lain waktu, ketika sedang minum kopi di Kedai si Badrun, Wak Komar bercerita bahwa semalam dia bermimpi matanya berkedut-kedut tanpa henti selama beberapa detik. Wak Komar bilang, pasti Si Imah sedang merindukan dirinya. Mendengar itu, seisi kedai meledak dengan tawa gelak. Macam-macam orang berkomentar. Si Tule bilang, Wak Komar tak tahu diri, sudah tua masih juga merindukan Janda Imah sang pujaan hati. Yang lain menngancam akan mengadukan hal ini pada bininya yang galak luar biasa itu. Wak Komar bergeming.

Tak lama, masuklah seorang anak muda yang bersih raut rupanya ke dalam kedai. Semua mata menuju ke arahnya. Dengan sopan si pemuda bertanya pada Badrun si pemilik kedai kopi apakah mengenal seseorang bernama Komarudin juragan pemilik kebun kopra. Tanpa menoleh, dengan sudut matanya Si Badrun melirik Wak Komar. Maka, tahulah si pemuda itu orang yang dicarinya. Seisi kedai kembali riuh dengan tawa, melihat firasat Wak Komar lagi-lagi salah!. Wak Komar tak mau kalah, dia bilang, walau seorang pemdua yang datang-dan bukan si Imah-firasatnya tetap saja syah berlaku, ada orang yang merindukannya.

Wak Komar tak salah, memang si pemuda itu adalah utusan dari pamannya di pulau seberang yang menyampaikan undangan pernikahan puterinya. Dengan bangga Wak Komar berkata, “nah, kau liaht bukan, undangan ini pun bentuk rindu paman kepadaku”. Seisi kedai tetap riuh rendah dengan gelak tawa mencemooh.

Cuaca masih gelap ketika Wak Komar berjalan menuju ke kebun kelapanya di ujung desa. Namun, tak seperti biasanya, kali ini Wak Komar tidak membawa lentera. Dia hanya membawa si Abang, golok pendek kesayangannya. Dalam pikirannya, kebunnya tak jauh dan sebentar pun sinar matahari akan terlihat. Lagi pula, apa yang perlu ditakuti jika "si Abang" terselip di pinggang?.

Pelan-pelan sambil meraba gelap, Wak Komar berjalan melintasi jalan tanah yang becek terguyur hujan semalam. Melewati jalan seperti ini bukan perkara mudah buat Wak Komar, selain bisa jatuh tergelincir di jalanan yang licin, konon, kita pun harus berhati-hati akan ancaman si Hitam, macan kumbang besar, yang dua tiga tahun lewat pernah memangsa anak Dul Kalid penyadap aren. Tapi, tekad Wak Komar sudahlah bulat, dia berjalan dengan mulut berkomat-kamit, berdoa pada Tuhan agar melindunginya dari kejadian di Subuh tadi.

Suasana sepi membuat Wak Komar kurang waspada. Tak dilihatnya ada sepasang mata menyala kuning kehijauan sedang menatapnya dari atas pohon. Tiba-tiba… aummm…!!!

Paginya, seisi desa gempar ketika seorang penyadap karet berteriak-teriak telah menemukan tubuh Wak Komar terkoyak-koyak terkapar kaku bersimbah darah. Wak Komar tewas menggenaskan dengan tangan kiri nyaris putus dan tangan kanannya masih memegang si Abang, golok pendek kesayangannya. Rupanya, Wak Komar sempat memberi perlawanan, berkelahi dengan si Hitam. Kali ini firasat Wak Komar benar. Sayangnya tak sempat dia bercerita pada siapapun tentang firasatnya itu.

Sunter 5 Agutus 2009

Bulan Sepotong

dari kamar mandi yang langit-langitnya bolong
di sana kulihat bulan sepotong
sinarnya masuk nyelonong
padahal lagi enak-enaknya nongkrong!

Denganmu, Kutemukan Tuhanku

Denganmu, Kutemukan Tuhanku

bicara panjang lebar denganmu
makin menyadarkan diriku
bahwa Tuhan kita tidak sama
jalan menujuNYA berbeda

tapi biarkanlah begitu
biarkan DIA milikmu di dalam dirimu
biarkan juga DIA milikku ada dalam diriku
Untukmu agamamu, untukku agamaku

Selamat menunaikan Shalat Jumat buat kaum Muslimin di manapun! ;)

Ringtone

Yang pernah, apalagi yang biasa ke mesjid pasti sering ngalamin yang kayak gini: lagi khusyuk-masyuknya berdoa pada sang Pencipta tiba-tiba konsentrasi kita bubar jalan gara-gara mendengar “suara mekanis duniawi”:

“Tak gendong ke mana-mana… tak gendong ke mana-mana”.

Yes!, benar sodara-sodara sekalian, itu
ringtone yang gak enak dan bikin—sumpah—BeTe (apapun ringtonenya, demi Alloh buat gw semua itu norak!).

Bukan apa-apa, ringtone ini jelas-jelas sudah menganggu Broer!, menggangu kekhusyukan beribadah!. Buat dirinya sendiri juga jamaah yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan orang. Apa gak bikin dosa tuh???.

Apalagi buat orang kayak gue, yang shalatnya jarang ingat dan ke mesjid cuma seminggu sekali ini, jelas sangat merugikan!. Karena ringtone kampungan itu sudah mengkorupsi kedatangan gw untuk sowan ke Tuhan, arkkhhh…

Gue ga habis pikir sama orang-orang yang masih juga menyalakan handphone-nya ketika shalat di mesjid. Buat apa sih?. Apa emang dirinya begitu penting sehingga harus terhubung terus-menerus tanpa putus 24 jam?. Apa mo nunjukin kalo dia punya HP?
(perasaan sekarang anak kecil aja udah pada punya HP tuh!). Apa mo ngasih tahu kalo bunyiringtonenya keren, lucu, unik? (semua itu relatif, bukan begitu?), atau… lagi nunggu kabar dari Cikeas?(sapa tau ditawarin jadi menteri ama SBY, H2C :D). Apapun alasannya, menurut gw, tetap ga masuk akal dan norak!.

Tokh Shalat Jumat juga gak lama-lama amat, paling lama satu jam, dari jam 12-an sampai jam 1-an
(cuma Satu Jam Saja, begitu nyanyian Asti Asmodiwati dulu). Sejam pun terlalu lama, dan ini bisa terjadi, kalo kebetulan lagi dapat Imam & Khatib yang begitu bersemangat! :D. Ditambah makan siang selama 30 menit, maka cuma satu setengah jam kita hilang “orbit”. Gak lama kan?.

Mending kalo yang menghubungi itu adalah bos kita yang dungu dan ga tau aturan, lah!, ini kebanyakan pasti cuma selingkuhan atau teman sekantor doang!, yang menghubungi kita karena keburu garing nongkrong kelamaan sendirian di restoran Padang akibat janjian sebelum pergi shalat tadi, halah!. Ga penting banget kan??!.

Padahal udah jelas-jelas pengurus mesjid berkali-kali dan berbusa-busa mengumumkan agar “alat panggil atau komunikasi lainnya harap dimatikan”. Jelas kan?.
(Gak jelas ya?. Yaahhh… bener sih. Emang ada alat komunikasi atau panggil lainnya selain telepon genggam alis handphone sekarang ini?, hehehee….). Pengumumannya pun ada di setiap tiang penyangga masjid, tapi tetep aja, setiap minggu selalu ada dering RBT di tengah-tengah shalat Jumat.

Mesjid kan rumah Alloh broer, please deh, kalo setiap mo pergi shalat Jumat, loe kasi tahu dulu semua orang, entah itu bos loe
(kalo loe brani pamit ama bos); anak buah loe (kalo punya), pacar loe (kalo ada yang mau diaku pacar); selingkuhan loe (hehehe…); isteri loe(perlu ga sih?); isteri temen loe (kali aja ada yang begini?); OB; recepcionist; sekretaris bos (apa hubungannya yak?); tukang soto ayam pinggir jalan; debt collector; pokoknya siapa aje deh, bilang kalo selama satu jam ke depan loe gak mau diganggu, apapun alasannya, karena ada urusan yang sangat maha penting, loe mo menghadap Tuhan. TITIK.
Beres kan?, mestinya sih…. Hehehehe

Kalo loe dah ngasih tahu, loe dah pamitan, tapi loe tetap merasa sayang sama HP loe yang maha keren itu, ya… gak apa-apalah di bawa ke mesjid. Tapi jangan lupa pilih moda
“SILIENT”ya, biar gak ganggu jamaah yang lain. Kalo emang merasa TETEP ga pengen kehilangan momen juga (lagi nunggu calling dari Cikeas tadi misalnya), pilih SILENT plus VIBRA (getar). Taruh HP-nya di kantong depan celana, jadi kalo ada sms atau call di tengah-tengah shalat nanti, loe jadi tahu dan minimal udah dapat “sensasi getaran” yang mengejutkan kan?, hehehe…

Gw rasa terputus komunikasi dengan teman atau siapapun melalui HP selama satu sampai satu setengah jam di hari Jumat itu bukan masalah besar dan ga perlu disikapi dengan berlebihan, misalnya tetap menyalakan HP kala shalat di mesjid. Yang lebih penting adalah jangan sampai kita
PUTUS KOMUNIKASI ama TUHAN . Kalo ini yang terjadi, ringtone loe yang isinya “Tombo Ati” atau lagu-lagu rohani lainnya pun gak akan bisa ngebantu loe di akhirat nanti. :D

Wassalam
Sunter 07.09.2009

Mari non-aktifkan telepon seluler Anda ketika di dalam mesjid demi kenyamanan dan kekhusyukan ibadah kita (kayak pamflet jam orba ga sih? :D)

Pada Akhirnya... "Dia" Tetap Sebuah Alat Transportasi

Semahal apapun harganya, sebagus apapun desainnya, secanggih apapun teknologi lipatannya, buat gw sebuah sepeda lipat tetaplah sebuah sepeda!, tak lebih!.

Artinya, ya alat transportasi!, yang bisa digunakan untuk kemana saja sekuat dengkul dan betis mengayuh, dan membawa apa saja sesuka kita, asal barang sendiri bukan barang orang lain ya... hahaha....

Contohnya, sore ini dengan seli kesayangan, gw bawa "muatan" lumayan besar dan agak berat, plus dua kantong kresek berisi makanan. Tidak lebih berat dari “gembolan” yang sering gw bawa ketika b2w setiap harinya, tapi...karena "jenis" bawaannya itu yang membuat gw sempet diliatin orang-orang, hehehe...

Jadi, ayo pakai sepeda loe sekarang juga, kayuh kemana loe suka, jadikan dia sesuai "fitrahnya" sebagai alat transportasi.

Jangan cuma disimpan, dielus-elus dan diliatin doang. Kalo begitu doang, mana ada orang yang tertarik ikut gerakan kita, menggunakan sepeda sebagai alat transportasi?

Gw ga bermaksud nyela, nyindir atau ngegurui, ini cuma pengalaman pribadi doang kok :D

Sunter - Malam Takbiran

Taqabbalallahu minna wa minkum,

Minal Aidin wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin Selamat Idul Fitri 1430 H ya..