Tuesday, February 17, 2009

Membership Card

Jika Anda sering berkunjung ke suatu tempat—katakanlah mal, toko buku, toko sepeda, toko distro, restoran, café, pub, pusat kebugaran dan masih banyak lagi—pasti pada kunjungan berikutnya, entah ketiga atau kesepuluh kalinya, Anda akan ditawari untuk menjadi anggota dari tempat-tempat tersebut. Dan, jika bersedia menjadi anggotanya, maka Anda akan diberi kartu yang berfungsi ganda; sebagai kartu identitas keanggotaan juga kartu diskon. Enak bukan?.

Dengan kartu
keanggotaan semacam ini, hidup Anda akan terasa lebih mudah, nyaman dan aman, karena Anda—sebagai anggota—selalu mendapat prioritas atau keistimewaan dibanding pengunjung lain yang bukan anggota.

Ketika restoran yang Anda kunjungi penuh, maka hanya dengan memperlihatkan kartu keanggotaan yang Anda miliki di resto tersebut, hup…!, dalam hitungan menit, Anda sudah bisa duduk dan memulai memesan makanan. Sementara pengunjung lain yang sudah lama antre cuma bisa menahan amarah sambil memegang kursi yang siap dilemparkan ke arah Anda!.


Di pusat kebugaran, Anda akan mendapat sebotol air mineral, selembar handuk yang senantiasa bersih
dan wangi juga keistimewaan untuk mandi sauna sampai kulit Anda melepuh!. Sementara yang bukan anggota, silahkan membawa air dan handuk sendiri dan mandi sauna di rumah!.

Di bioskop, Anda—karena anggota—sah-sah saja datang terlambat 5-10 menit setelah pemutaran telop iklan bioskop yang isinya tentang larangan menaikkan kaki ke kursi itu. Sambil membawa popcorn dan minuman (yang kadang-kadang tidak tertutup rapat) Anda bisa masuk ke kursi Anda yang kebetulan berada di tengah itu.


Pokoknya, punya kartu anggota semacam itu sungguh sangat luar biasa enaknya!.


Tapi herannya, penawaran keanggotaan ini tidak akan pernah ditawarkan di dua tempat ini : Mesjid dan Peturasan (Toliet/WC) Umum.

Di mesjid, sesering apapun dan berkali-kali Anda pergi ke mesjid yang sama untuk shalat (frekuensi kunjungan Anda akan semakin tinggi ketika bulan Ramadhan datang), Anda tidak akan pernah ditawari kartu kean
ggotaan mesjid tersebut. Mengapa?, entahlah!. Mungkin karena ibadah adalah masalah privasi jadi tidak perlu kartu keanggotaan yang bisa saja dijadikan kartu absen oleh pengurus mesjid untuk mengukur frekuensi kunjungan Anda ke mesjid tersebut. Atau barangkali Tuhan—sebagai pemilik mesjid—tidak perduli benar, apakah Anda ingin menjadi anggotanya atau tidak.

Pun
hal yang sama tidak akan Anda temukan di peturasan umum!.
Jangankah
di peturasan umum dengan desain dan kualitas kebersihan terbaik di dunia, di peturasan umum yang ada di terminal bis, bandara atau stasiun KA yang kelasnya bermacam-macam itu pun, pasti Anda belum pernah sekalipun ditawari untuk menjadi anggotanya, benar bukan?. Mengapa?, entahlah!.
Barangkali, (lagi-lagi) karena buang hajat adalah (juga) masalah pribadi, sehingga penjaga peturasan tidak merasa perlu menawari keanggotaan untuk pengunjung yang sudah menikmati fasilitas mereka.


Sebenarnya ini cara berpikir yang salah!. Harusnya mereka—pemilik peturasan umum itu—menawari Anda atau siapapun sebagai member. Dengan janji, Anda bisa mendapat prioritas dan keistimewaan bisa langsung masuk ke dalam bilik peturasan tanpa menunggu giliran dan tanpa antrean!. Ini berguna, apalagi jika sewaktu-waktu, tiba-tiba saja (semoga tidak terjadi), Anda terserang diare akut, sehingga harus dengan segera dan seketika menyelesaikan urusan Anda itu. Ha…ha…ha…


(Dharwangsa XI, 17 Febrauri 2009)

No comments:

Post a Comment